Dan Bandung Bagi Kami, Singkat tapi Berarti


(Suasana Alun-Alun Bandung di siang hari)

Selain terkenal dengan udaranya yang sejuk, fasilitas dan akomodasi wisata di kota kembang, Bandung, bisa dibilang komplit. Kota Bandung juga disebut sebagai salah satu kota romantis di Indonesia. Banyak hal romantis yang bisa dilakukan di kota kembang ini. Tapi, romantis nggak selalu harus bersama pasangan loh, melainkan bisa dilakukan bersama teman, sahabat, atau bahkan keluarga. Dan Bandung, bisa menjadi tempat untuk melakukan hal-hal romantis tersebut.

Memanfaatkan libur tahun lalu, saya dan teman-teman yang dulunya berasal dari SMA yang sama di Bukittinggi, menyusun sebuah rencana untuk melakukan reuni kecil-kecilan. Saat itu diputuskanlah Bandung sebagai tempat kami untuk berlibur.

“Bandung aja, biar bisa ngobatin rindu sama Bukittinggi, kan udaranya sebelas dua belas, sama-sama sejuk,” ujar Tiara ,salah satu sahabat saya yang berkuliah di Jambi dan menyempatkan datang ke Jakarta untuk ikut dalam reuni kecil-kecilan yang akan kami adakan itu.

Perjalanan menuju Bandung kami lakukan dengan menggunakan travel City Trans. Karena sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari, kami sempat menabung dulu untuk persiapan selama liburan nanti. Ongkos travel City Trans saat itu adalah Rp 100.000 per orang. Saat itu saya berangkat bersama 3 orang teman, Afsah, Robby dan Tiara. Kami berangkat dari loket City Trans di Tamrin dan menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam. Untungnya saat itu kami berangkat pagi hari pada pukul 07.00 WIB.

Tak banyak hal yang terjadi ketika perjalanan, sesampainya di Bandung, kami sudah ditunggu oleh 2 orang teman  yaitu Rudi dan Sandy. Mereka memang berkuliah di Bandung. Karena menempuh perjalanan yang cukup lama, kami memilih untuk beristirahat dulu. Untungnya ada kost-kost an teman yang sedang kosong karena ia sedang pulang kampung saat itu, jadi tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk penginapan.

Bandung saat itu sedang musim hujan, cuacanya terasa dingin sekali. Sepanjang siang hingga sore kami hanya bercerita-cerita mengingat masa-masa SMA dulu. Dan ternyata benar, Bandung bisa mengobati rindu kami dengan Bukittinggi karena telah menyuguhkan hujan sore itu.

Malam hari, akhirnya kami memutuskan untuk mengelilingi Kota Bandung. Karena mobil sewaan yang  disewa baru bisa diambil besok hari, maka kami memilih untuk menyewa sepeda motor malam itu. Harga sewa sepeda motor saat itu adalah Rp 50.000 per hari dan kami menyewa dua sepeda motor.

“Kota Bandung sama kaya Bukittinggi, kecil doang, tapi rame terus. Kita ke Alun-Alun aja ya,” ujar Rudi yang akrab dipanggil Cudit. Ia memang akan menjadi tour guide kami selama di Bandung ini.

Menyusuri jalanan Kota Bandung saat itu, benar-benar membuat kami merasa sedang melewati jalanan Kota Bukittinggi di malam hari. Persis sama, cuacanya, ramainya, udaranya, tata kotanya juga hampir sama. Sungguh, rindu akan kota kelahiran kami, terobati saat itu.

Sesampai di Alun-Alun Bandung, ada hal yang membuat kami berhenti, di Jembatan Asia-Afrika, ada satu tulisan di tempok jembatannya yang mengutip kata-kata dari penulis terkenal, Pidi Baiq. Isi kutipannya seperti ini, “Dan Bandung, bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi”.

(Pada tembok Jembatan Asia-Afrika yang bertuliskan kata-kata dari Pidi Baiq)

Ternyata, tembok tersebut menjadi salah satu spot terbagus untuk berfoto, buktinya banyak sekali orang-orang yang antri untuk berfoto disana saat itu.

“Untungnya lagi nggak ada acara malam ini di alun-alun, jadinya kita bisa muter-muter. Biasanya kalau ada acara, jalan disini ditutup,” jelas Sandy  saat mengelilingi Alun-Alun Bandung.

(Suasana Alun-Alun Bandung pada malam hari)

Malam itu kami putuskan untuk berjalan mengitari Alun-Alun Bandung dengan jalan kaki setelah memarkirkan motor di Jalan Asia Afrika. Pukul 22.00 WIB, kami memutuskan agar kembali ke kostan untuk beristirahat dan merencanakan perjalanan esok hari.

Saat terbangun di pagi hari, saya berjalan ke balkon kostan yang kebetulan ada di lantai tiga. Melihat rintik-rintik embun yang jatuh membasahi daun-daun dibawahnya. Rasanya sudah lama sekali tidak menikmati pemandangan ini. Maklum, selama di Jakarta, hampir tidak pernah merasakan disapa embun pagi.

Kami bersiap-siap untuk memulai perjalanan hari ini. Tujuannya yaitu Tebing Keraton dan Kawah Putih. Perjalanan hari ini kami lakukan dengan mobil sewaan yang kami sewa seharga Rp 250.000 per hari.

Perjalanan menuju Tebing Keraton dari kota Bandung tidaklah jauh, kami hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai di Tebing Keraton. Sayangnya, untuk sampai ke Tebing Keraton, tidak bisa menggunakan mobil karena jalanan yang sangat kecil. Jadi kami berjalan menuju Tebing Keraton yang jaraknya kurang lebih 500 meter. 

Keadaan jalannya mendaki, dan saat itu juga belum ramai orang yang berkunjung karena Tebing Keraton baru saja dibuka dan belom cukup dikenal seperti sekarang. Harga tiket masuknya cukup murah waktu itu, yaitu hanya Rp 10.000 per orang kami sudah bisa menikmati panorama alam dan sejuknya udara yang jauh dari polusi.

Tebing Keraton ini berada di atas Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda. Oleh sebab itu, dari atas tebing, kami bisa menyaksikan hijaunya pemandangn Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda yang menghampar luas sepanjang mata memandang.

Pemandangan ini akan lebih jelas dan indah lagi, jika datang sebelum matahari terbit, atau kira-kira pukul 06.00 pagi.

(Panorama Tebing Keraton)

Sekarang, tempat ini dijuluki sebagai “Tebing Instagram, karena seringnya traveler memposting foto Tebing Keraton di jejaring sosial Instagram. Bagi Anda yang suka fotografi, mungkin tempat ini bisa menjadi salah satu tempat untuk mendapatkan foto terbaik.

(Pemandangan Tebing Keraton yang terletak di atas Taman Hutan Raya Djuanda)

Menjelang siang hari, kabut mulai menyelimuti Tebing Keraton, pertanda akan hujan. Disarankan untuk Anda yang ingin berkunjung ke Tebing Keraton, hindari ketika cuaca sedang hujan, karena pemandangan akan tertutupi oleh kabut.

(Menjelang siang, pemandangan Tebing Keraton mulai ditutupi kabut)

Setelah puas menyaksikan panorama alam dari Tebing Keraton, dan berencana untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Tetapi salah satu dari kami mendapat telphone dari senior  sewaktu SMA yang sedang berkuliah di Universitas Padjajaran dan mengajak bertemu karena melihat postingan kami di jejaring sosial Path yang sedang berada di Bandung. Karena tujuan awal kami untuk reuni, maka kami menghampiri senior kami tersebut ke UNPAD. Setelah itu, pergi ke salah satu cafĂ© di Bandung, dan kembali bernostalgia masa-masa ketika SMA dulu.

Rencana selanjutnya yaitu menuju Kawah Putih, tetapi karena kondisi waktu itu sudah malam hari, maka terpaksa kami mengundur perjalanan hingga besok hari.

Tak ingin membuang waktu, maka tepat pukul 08.00 WIB kami berangkat menuju Kawah Putih. Kawah Putih berada di lembah Gunung Patuha, sekitar 46 KM ke arah selatan Kota Bandung. Waktu yang kami tempuh saat itu kurang lebih 2 jam untuk bisa sampai di Kawah Putih.

Karena kami membawa kendaraan pribadi, maka diwajibkan untuk membayar tarif masuk untuk kendaraan. Motor dikenakan biaya Rp5.000 per motor, sementara untuk mobil pribadi Rp15.000 per mobil. Tetapi itu diluar tiket masuk, untuk tiket masuk akan dikenakan lagi Rp12.000 per orang.

Tak jauh dari tempat parkir, ada sebuah gapura kecil sebagai petunjuk arah menuju kawah. Disini kami disambut oleh puluhan penjual masker. Memang pengunjung diwajibkan untuk memakai masker apabila terlalu lama berada di kawasan sekitar Kawah Putih karena ada sebuah goa kecil yang mengeluarkan bau gas dan belerang yang sangat menyengat.

(Kawah Putih, Ciwidey, Bandung)

Sesampai di Kawah Putih, pemandangan yang terhampar sangat indah. Dikelilingi bukit-bukit yang tidak begitu tinggi, Kawah Putih menjadi semakin indah untuk dipandang. Kawasan Wisata Kawah Putih ini bisa dibilang cukup bersih. Karena jarang sekali terlihat sampah bertebaran.

(Suasana Kawah Putih yang dikelilingi perbukitan)

Tidak hanya pemandangan Kawah Putih, tetapi ada juga semak-semak yang hanya ditumbuhi kayu-kayu yang sudah tidak lagi berdaun. Seperti hutan mati, tapi pemandangannya tetap menyejukkan hati.
(Hutan mati yang terletak di Kawah Putih)

Karena bau belerang yang sangat menyengat, kami tidak kuat berada lama-lama di Kawah Putih tersebut dan memutuskan untuk turun.

Setelah makan siang kami harus siap-siap karena harus kembali lagi ke Jakarta pada sore hari. Kepulangan ke Jakarta juga menggunakan travel City Trans.

Perjalanan singkat selama di Bandung memang tidak begitu banyak mendatangi tempat-tempat wisata. Hanya Alun-Alun Bandung, Tebing Keraton, dan Kawah Putih. Tapi dibalik itu, Bandung benar-benar mempertemukan kami dengan cerita lama masa SMA. Mengupas ulang hal-hal lucu yang membuat tertawa lepas ketika membahasnya itu sudah jadi kebahagiaan yang luar biasa. Lebih dari itu, Bandung benar-benar mengobati kerinduan kami kepada Bukittinggi yang tak jauh beda suasananya.

Mengutip dari salah satu quotes, “Good Times + Crazy Friends = Amazing Memories”, dan itu benar. Kami sangat menikmati waktu singkat selama di Bandung ini. Terima kasih Bandung, untuk udara sejuknya, untuk cerita lama yang kita bawa, dan untuk kenangan yang tak akan kami lupa.

(Good Times+Crazy Friends = Amazing Memories)



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedai Wahidin, Tawarkan Cita Rasa Kopi Kawa di Ibu Kota Sambil Belajar Budaya

Pembajakan Hasil Karya Anak Negeri, di Negeri Sendiri