Kedai Wahidin, Tawarkan Cita Rasa Kopi Kawa di Ibu Kota Sambil Belajar Budaya

(Tampak depan Kadai Kawa Wahidin di Jalan Saharjo No 102)
Sore menjelang magrib, 3 orang pemuda tampak mulai bersiap-siap untuk membuka Kedai Kawa yang letaknya tepat di pinggir jalan itu. Ada yang merapikan meja, meletakkan papan menu, menyapu tiap sudut ruangan, hingga menyalakan lampu satu per satu.

Bangunan yang dicat dengan dominan warna cream itu tampaknya sudah siap untuk didatangi pengunjung, karena tanda close pada pintu sudah diganti menjadi tanda open. Tak lama setelah itu, mulailah berdatangan para pengunjung untuk memasuki Kedai Kawa Wahidin melewati pintu masuk yang terletak  di sisi kiri bangunan.

“Kamu ambil tempat dulu, biar aku minta menunya, nanti kalau makin rame, kita nggak dapat tempat duduk,” ujar Hana, pengunjung Kadai Kawa yang saat itu datang berdua bersama temannya.

Hana berjalan menghampiri meja tempat untuk memesan, tampaknya ia sudah kenal baik dengan pelayan di sana, terlihat saat Hana meminta menu, terjadi percakapan singkat antara mereka.

“Biasanya rame, yang lain kemana?,” tanya pelayan tersebut sambil menyerahkan menu kepada Hana.

“Katanya nanti mau nyusul. Tenang, nanti rame kok,” jawab Hana lalu berlalu menuju meja yang sudah ditempati oleh temannya.

Kedai Kawa Wahidin yang beralamat di Jalan Dr. Saharjo No 102, Setia Budi, Jakarta Selatan ini, ternyata sudah menjadi tempat bagi Hana dan teman-temannya untuk berkumpul bersama semenjak satu tahun terakhir.

Asal Muasal Kedai Kawa Wahidin
(Suasana di dalam ruangan Kadai Kawa Wahidin)
Seiring berjalannya waktu, mengikuti kebiasaan masyarakat ibu kota, khususnya anak muda yang suka berkumpul-kumpul atau biasa disebut nongkrong, membuat para pebisnis membaca peluang tersebut, salah satunya Jundi Mangku Aghni, seorang perantau asal Minang ini tergerak hatinya untuk membuka Kadai Kawa Wahidin di kota metropolitan ini.

Dengan 3 orang temannya yang berasal dari SMA yang sama, dan juga memiliki hobi yang sama, yaitu suka nongkrong, mulailah terpikir untuk menciptakan sebuah tempat untuk nongkrong bagi anak muda.

“Awalnya itu April 2015, saya dan teman-teman saya mulai berpikir untuk menciptakan sebuah tempat nongkrong, dengan kata lain bukan sekedar nongkrong saja, tapi juga ngerti tentang kebudayaan Indonesia. Nah, salah satu kebudayaan yang kita angkat yaitu budaya Minangkabau,” jelas Jundi menceritakan asal usul Kedai Kawa Wahidin.

Munculnya ide untuk membuat Kedai Kawa Wahidin ini, ternyata tidak lepas dari kecintaan mereka terhadap kampung halaman yaitu Sumatra Barat. Ranah Minangkabau yang terkenal dengan banyaknya sejarah, ternyata juga menyimpan sejarah tentang kopi kawa yang saat ini menjadi menu utama di Kedai Kawa Wahidin.


“Waktu zaman penjajahan, Belanda mengambil semua biji kopi dari pribumi, tapi karena masyarakat saat itu juga ingin mencoba kopi, dicarilah jalan dengan cara meramu sebuah minuman dari daun kop itu sendiri, ternyata rasanya juga enak,” lanjut Jundi.

(Salah satu tulisan yang terdapat di dinding Kedai Kawa Wahidin)
Dikutip dari hariansinggalang.co.id, penyajian Kopi Kawa cukup mudah. Pertama, daun kopi diasapi hingga kering hingga mudah dihancurkan, lalu setelah hancur, daun dimasukkan ke dalam tungku dan dididihkan dengan air. Selanjutnya bisa ditambahkan sedikit gula sebagai pemanis. Saat diseduh nanti, kopi yang mengepul panas ini terasa pekat, tetapi masih manis dilidah.

Dengan alasan ingin mengangkat dan mempertahankan budaya yang belum dikenal oleh anak-anak muda dari Minang maupun dari luar. Kedai Kawa Wahidin ini akhirnya berdiri dan mampu bersaing dengan coffe shop yang sudah banyak muncul sebelumnya di Jakarta.

Obati Kerinduan Kampung Halaman di Kedai Wahidin

(Kedai Kawa Wahidin tidak pernah sepi pengunjung, pada umumnya pengunjung adalah perantau dari Minangkabau)
Merantau adalah kebiasaan yang sudah dilakukan oleh masyarakat Minangkabau semenjak dahulu, tidak terkecuali oleh anak muda. Banyak yang memilih melanjutkan pendidikan mereka ke Ibu Kota dan meningkalkan tanah halaman tercinta. Jakarta adalah salah satu kota yang menjadi pilihan mereka

Tak heran juga, rasa rindu terhadap kampung halaman sering dirasakan oleh para perantau, khususnya bagi mahasiswa yang baru memulai kehidupan baru di rantau. Mengobati kerinduan tersebut, Kedai Kawa Wahidin menyajikan suasana dan cita rasa kampung halaman.

Harga menu makanan dan minuman yang ada di Kedai Kawa Wahidin  yang ekonomis dan dapat dijangkau oleh semua kalangan, membuat Kedai Kawa ini tidak pernah sepi pengunjung. Harga yang ditawarkan berkisar antara Rp8.000 hingga Rp25.000 tergantung menu yang dihidangkan.

Untuk menikmati kopi kawa, cukup dengan membayar Rp Rp8.000 hingga Rp10.000 tergantung jenis kopi yang dipesan, yaitu kopi kawa original dan kopi kawa susu.


( Pisang Kapik, menu khas Kedai Kawa Wahidin)

( Menu utama Kedai Kawa Wahidin, teh talua/telor dan kopi kawa)

Selain menu makanan yang ditawarkan berasal dari Minang, yaitu kopi kawa, teh talua (teh telor), pisang kapik, dan spaghetti  dendeng, tentunya dekorasi Kedai Kawa Wahidin juga menggambarkan budaya Minangkabau. Penyajian kopi menggunakan batok kelapa menjadi keunikan tersendiri saat menikmati kopi kawa ini.

“Seru kalau disana, berasa lagi di Bukittinggi karena pada ngomong bahasa Minang. Jadi bisa mengobati taragak (rindu atau kangen) kampung halaman bagi perantau,” ujar Hana yang juga merupakan mahasiswa tingkat 2 di Universitas Bakrie.

Perkumpulan masyarakat Minang di Jakarta, ternyata juga sering berkunjung ke Kedai Kawa Wahidin, salah satunya yaitu Rang Mudo Minang (RMM), yaitu perkumpulan mahasiswa asal Minang yang berkuliah di Universitas Bakrie. Mereka menyebut Kedai Kawa Wahidin sebagai tempat nongkrong sekaligus basecamp untuk mereka.

Ari Permana, selaku Ketua Rang Mudo Minang saat ini mengaku, kehadiran Kedai Kawa Wahidin menjadi sarana untuk anggota RMM bisa berkumpul bersama sekaligus melepas kerinduan pada tanah kelahiran.

“Kedai kawa itu udah jadi tempat buat ngumpulnya anak-anak RMM, ngumpul-ngumpul disana sambil minum kopi kawa jadi berasa lagi nongkrong di kampung halaman sendiri,” ujar Ari.

(Berkumpul sambil bermain di Kedai Kawa Wahidin bersama Rang Mudo Minang)
Selain itu, Syahrul Rachman, seorang karyawan di PT.Century juga mengaku sering berkunjung ke Kedai Kawa Wahidin.

“Kesannya itu seperti tempat nongkrong orang Minang, berasa pulang kampung kalau kesana, soalnya bisa aja ketemu teman lama tanpa disengaja,” ujar Syahrul yang saat itu sengaja mampir ke Kedai Kawa Wahidin bersama teman-temannya sepulang kerja.

Kedai Kawa Wahidin dimata Masyarakat Jakarta
(Foto oleh Ayu Nanda Maharani. Kiri-kanan, mahasiswa asal Bogor, Bengkulu, Jakarta dan Sulawesi juga sering mampir ke Kedai Kawa Wahidin)
Tidak hanya masyarakat asal Minang yang datang ke Kedai Kawa Wahidin, mahasiswa yang berasal dari luar daerah seperti Bogor, Bengkulu, bahkan Sulawesi, menilai Kedai Kawa Wahidin adalah tempat yang nyaman untuk berkumpul.

“Tempat yang cozy untuk nongkrong bersama teman, ditambah dengan makanan dan minuman yang harganya terjangkau tapi rasanya lezat,” ujar Nanda mahasiswa Universitas Bakrie yang baru saja melaksanakan wisuda pada 12 Oktober 2016 kemarin.

Menurut Nanda, dari makanan dan minuman yang tersedia, sudah menggambarkan ciri khas Minang, didukung juga oleh dekorasinya.

“Setuju kalau ini dibilang mengangkat budaya Minang, karena dekorasi tempat dan pajangan-pajangannya yang mempresentasikan tentang Minangkabau,” lanjut Nanda.

Begitu pula halnya dengan Rian, mahasiswa Universitas Bakrie tahun akhir yang berasal dari Sulawesi ini juga mengaku sering mampir ke Kedai Kawa Wahidin. Dari konsep yang digambarkan oleh Kedai Kawa Wahidin, menurutnya ini menggambarkan Minangkabau versi modern.

“Seminggu minimal sekali pasti kesini, tempatnya nyaman, makanannya juga pas untuk lidah Sulawesi atau anak rantau,” kata Rian.

Cara penyajian menu yang unik membuat Rian ingin datang lagi ke Kedai Kawa Wahidin untuk sekedar nongkrong bahkan sambil mengerjakan laporan skripsinya.

“Menu favorit saya kopi wahidin, karena penyajiannya unik dan khas,” ujar Rian.

Indonesia Salah Satu Negara Produsen Kopi Terbesar

Kopi yang merupakan jenis minuman penting bagi sebagian masyarakat dunia tidak terkecuali Indonesia. Bukan karena rasanya yang nikmat, tetapi harganya juga masih terbilang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Mulai dari anak muda hingga orang tua umumnya menyukai kopi.

Sumber : International Coffee Organization

Kopi dapat dengan mudah ditemukan di wilayah subtropis dan tropis. Oleh karena itu menurut data yang dihimpun dari Internal Coffee Organization tahun 2014, Indonesia merupakan negara ke 4 penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Setelah itu diposisi ke 5 yaitu Etiopia.

Hal tersebut, membuat Indonesia mampu mengekspor kopi ke berbagai Negara di dunia. Dikutip dari www.indonesia-investments.com, pada tahun 2012 ada 70% dari total produksi tahunan biji kopi Indonesia di ekspor ke berbagai Negara seperti Jepang, Afrika Selatan, Eropa Barat, dan Amerika Serikat.

Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecintaan masyarakat Indonesia terhadap kopi sangat besar, hal inilah yang membuat para pebisnis membaca situasi ini, menciptakan kedai kopi dengan mengangkat tema tertentu yang pada akhirnya berguna untuk menarik pembeli atau pengunjung. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembajakan Hasil Karya Anak Negeri, di Negeri Sendiri

Dan Bandung Bagi Kami, Singkat tapi Berarti